Malioboro Tetap Menawan

Oleh: M. Maghfur Qumaidi

Ketika ke Yogyakarta saya berusaha menyempatkan sambang ke Malioboro. Dulu ketika masih sekolah atau kuliah, lalu KLA-Projec mengalun seolah mengundang bagi penikmatnya. "Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna Terhanyut aku akan nostalgia.." seolah mengingatkan pada kejadian tertentu dan menjadi kenangan bagi orang yang pernah berkunjung ke kota gudeg ini." Dan untuk yang belum pernah ke Yogya seolah ditarik untuk membuat kenangan.


Namun, ketika mendengar Sultan ingin merelokasi para pedagang kaki lima dan musisi jalanan di Malioboro, saya sempat terkejut. Suasana khas Malioboro  yang terbangun sudah sangat lama akan hilang begitu saja. Padahal Yogyakarta identik dengan  Malioboro. Ketika ingat Yogyakarta selalu ingat Malioboro.

Kebetulan beberapa hari ini ada kegiatan di Yogyakarta. Bayangan  pertama saya tetap Malioboro. Dalam benak saya, "Betapa sepinya Malioboro." Ternyata bayangan itu tidak benar, Malioboro tetap menawan, hanya saja, saya tak tak bisa menikmati wedang ronde di tepi jalan, sambil  mendengar suara  angklung yang dikerubuti oleh penonton, dan para musisi jalanan lain yang bersaing sehat merebut hati penikmat musik.


Pedagang kaki lima direlokasi di sebuah tempat (Teras Malioboro), di sana pedagang kaki lima bebas menjajakan dagangan. Makanan khas berselera tetap ada. Batik, kaos, udeng, masih mudah kita dapatkan. Ayok jalan-jalan ke Malioboro, jangan lupa mampir di teras Malioboro meski hanya sekadar menikmati wedang ronde, dan membeli blangkon untuk oleh-oleh yang di rumah.

Post a Comment

Previous Post Next Post