Meliput dan Menulis Seperti Candu

Oleh: M. Maghfur Qumaidi

"Pi, tak ada kegiatan untuk diliput," tulis pesan singkat salah seorang binaan Jurnalis di WhatsApp handphone saya.  Agak lama saya berpikir, dan tidak langsung respon, karena beberapa hari tidak ada kegiatan, setelah Class Meeting seminggu yang lalu.  Betapa semangatnya mereka, ungkap saya dalam hati. Padahal saya berpikir agar mereka istirahat menikmati liburan.

"Pi, kalau ngga ada liputan atau kegiatan-kegiatan, event gitu rasanya kaya kurang. Ndak enak, Pi. Diem-diem di rumah he he," lanjutnya setelah tidak saya tanggapi agak lama. Kemudian saya menugaskan meliput, meski sebenarnya kegiatan itu tidak ingin saya liput, karena skala kegiatan terlalu kecil, dan masih berangkai dengan kegiatan yang lalu. Sungguh luar biasa, sekali duduk-duduk di Gasebo Madrasah, tulisan cantik terkirim di pesan WhatsApp saya. Sedikit sentuhan edit, tulisan mereka pun tayang di Teropong Madrasah. Mata mereka berbinar,  dalam hati saya, luar biasa hasil tulisan dan semangatnya.

Pikiran pun saya teringat kata-kata seorang teman, biarkan anak-anak santai.

Kemudian saya penasaran, apa sebenarnya divinisi santai, seperti biasa saya googling sebagai cara cepat untuk mencari informasi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata santai adalah bebas dari rasa ketegangan. Arti lainnya dari santai adalah dalam keadaan bebas dan senggang. Kemudian saya juga mencari apa yang menyebabkan tegang,  ternyata banyak faktor , di antaranya terjadi dilema antara keinginan harapan, atau mungkin juga karena pikiran kosong yang menyebabkan kondisi psikologis justru tidak tenang. 

Terlepas dari itu saya mencoba menghubungkan kebiasaan liputan dalam kegiatan jurnalistik, entah mendengarkan pidato, atau wawancara. 

"Pi, saya tidak bisa wawancara dengan Kabid Pendma. Beliau keburu pergi," ucap beberapa anak yang bertugas. Raut wajahnya tampak kecewa. Meski saya selalu bilang, "Tidak apa-apa, pidato beliau saja yang kita tulis. Tulisan ini sudah keren, sudah cukup untuk menjadi berita," ucap saya ketika mengibur para crew pemburu berita itu.

Meski kadang kata-kata saya tidak bisa mengubah rasa kecewanya, saya bisa membaca raut wajah-wajah polosnya yang tidak puas.

Kembali pada kebiasaan anak-anak  literasi, ternyata mereka merasa santai dan puas ketika berhasil menulis berita, dan berita mereka tayang di laman Tropong Madrasah, media anak-anak jurnalistik  dalam menyebarkan berita.

Dari sudut tertentu, mungkin melakukan sesuatu menjadi beban. Namun, bisa juga terjadi sebaliknya, bila berbuat sesuatu maka akan merasa santai dan terpuaskan. Ukuran kepuasan setiap orang berbeda, demikian pula perasaan santai. Bagi para penulis atau jurnalis akan puas dan santai ketika mereka bisa mengeksplorasi apa yang ada dalam benaknya.

Salam literasi

Post a Comment

Previous Post Next Post