Tangisan Hantu Jatuh Hati




 Oleh:M Maghfur Qumaidi

 Jam pelajaran pertama telah dimulai. Seperti biasanya lantunan doa pagi sayup-sayup terdengar antar kelas. Surah Al Fatihah bacaan yang pertama kali dibaca, sebelum doa-doa lain. Tiba-tiba terdengar rengeng-rengeng timbul tenggelam tangisan gadis kecil. Namun, anak-anak di kelas tetap melanjutkan doa-doanya hingga usai.

Seorang gadis duduk di belakang tiba-tiba maju ke depan, menghampiriku.

 "Pak, siapa yang menangis," katanya.

"Iya, saya juga dengar, tapi sekarang tak dengar lagi." Mataku melirik ke kanan ke kiri, bahkan di atas almari pun kutengok.

"Kayak suara gadis, Pak," katanya.

Ingatanku tiba-tiba melayang berapa tahun lalu, ketika ada seorang gadis yang gantung diri, karena minta dibelikan hanphone. 

"Ada, apa, Pak?" tanya muridku.

"Tak apa," jawabku pelan.

"Sudah kamu.." 

Belum selesai ucapanku, tangisan itu kembali sayup-sayup terdengar, suara itu lemah, namun jelas.

"Anak-anak, diam sebentar," kataku pada murid-muridku. Bersamaan diamnya anak-anak, tangisan itu ikut menghilang.

Sepertinya ada yang ganjil, batinku. Tapi, biarlah... bukan urusanku.

 Tak terasa bulu kudukku berdiri, tanganku merinding, suara itu kembali terdengar pelan tapi makin keras, sepertinya tangisan gadis usia belasan tahun.

Kucoba bacakan doa-doa, yang pernah diajarkan guruku.

 Aku heningkan batinku sejenak. Betapa terkejutnya, anak yang tadi melapor bahwa dirinya mendengar tangisan, matanya menatap tajam ke arahku, seolah ingin menerkam. Aku mencoba tak menghiraukan tatapan aneh itu. 

"Duduklah," perintahku.

Gadis itu tetap berdiri, giginya gemerutuk seperti penuh dendam. Kupegang pundaknya, tanganku dilempar sekuatnya, aku hampir terjatuh. Suasana kelas tegang, satu kelas matanya tak berkedip. Semua takut dan penasaran.

"Duduklah!" Kuulangi lagi kata-kataku.

Gadis itu tetap menatapku, namun ketajaman matanya mulai berkurang dan terus berkurang. Dia pun tersenyum padaku, seperti orang yang jatuh cinta.

Pundaknya kupegang, "Duduklah," kataku. Wajahnya berubah, tak sebengis tadi. Kali ini justru nampak senang. Senyumnya begitu manja. Seisi kelas diam dan tegang seolah melihat adegan drama berepisode.

Namun, tiba-tiba dari bangku tengah seorang anak laki-laki menjerit menggebrak meja. Tatapan matanya seolah menghardikku. Anak laki-laki itu berubah lembeng seperti perangai  seorang gadis yang cemburu.

Rasanya pagi ini aku dibuat bingung, belum selesai dengan gadis di depanku, disusul oleh muridku laki-laki yang menjelma berwatak perempuan.

Bersambung.

Post a Comment

Previous Post Next Post