Senja dan Hujan



Senja begitu indah walau hanya datang sementara. Dibawah jendela aku menatap langit. Senja membuatku mengenang masa-masa indah bersamanya. Dimana ia mengungkapkan perasaannya dengan sepucuk bunga putih ditangannya. Terlihat sederhana tapi bagiku itu terlihat sangat istimewa. Didekapnya tubuhku olehnya di sebuah pohon mahoni, dekapan yang hangat dan nyaman. Senja menjadi saksi awal kisah kita dimulai. Aku tersenyum saat mengenang masa-masa itu. 


Tetapi semua pikiranku tentangnya sirna, saat setetes demi setetes air jatuh membasahi bumi. Tiba-tiba hujan turun deras dikala senja. Kenapa harus hujan? Aku membatin pertanyaanku sendiri. Hujan membuatku kembali teringat akan sebuah kenangan yang tidak pernah aku inginkan. Aku teringat saat dia memilih mengakhirinya. Mengakhiri kenangan-kenangan indah dan mengakhiri kisah kita. Juga dibawah pohon mahoni itu dia meninggalkanku. Disaat itu juga hujan turun, menjadi saksi bahwa kita telah selesai. Tidak, aku tidak boleh menangis. Tapi aku tidak bisa. Aku menangis dibawah pohon mahoni itu. Pohon yang menjadi tempat awal kisah kita sekaligus akhir kisah kita. Aku menangis bersamaan hujan deras yang mengguyur tubuhku. Hanya hujan yang menemaniku saat itu. 


Aku tersenyum getir saat mengenang masa itu.  Aku memandang kosong kearah jendela. Tiba-tiba setetes air membasahi pipiku. Aku menangis lagi. Tidak, aku menggeleng dan menghapus air mataku. Aku sebenarnya benci menangis. Tetapi apa boleh buat? Keadaan yang membuatku terpaksa melakukannya. Bau air yang bercampur dengan tanah dan udara sejuk ini membelai kulitku, membuatku sedikit merasa tenang. Walau tidak ada lagi pelukan hangat yang diberikan olehnya. Aku memeluk diriku sendiri. Tidak mau lagi teringat kenangan-kenangan tersebut.

Penulis: Vaila

Editor. : Dinda




Post a Comment

Previous Post Next Post